Melongok Petani Muda di Cibodas yang Sukses Manfaatkan Aplikasi Smart Farming

Serenity farming jadi proyek percontohan (foto: Kementan)

BANDUNG BARAT, Kalderakita.com: Kementerian Pertanian di bawah kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo menggaungkan jargon ‘Pertanian Maju, Mandiri, dan Modern.’ Ternyata, itu mendapat respons positif dari para pelaku usaha di bidang IT khusus bidang pertanian. Terbukti dari semakin banyaknya pertanian yang memanfaatkan aplikasi smart farming.   

Pertanian dengan sentuhan smart farming memberi banyak kemudahan dan pekerjaan menjadi lebih efisien. Inilah yang mendorong anak muda mau terjun ke dunia pertanina. Kementerian Pertanian terus mendorong munculnya petani-petani muda dengan sentuhan smart farming.

Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto sangat mengapresiasi tumbuhnya petani muda yang menguasai teknologi pertanian.

"Hortikultura Indonesia akan semakin maju dan modern dengan hadirnya petani milenial yang mampu menguasai smart farming untuk peningkatan efisiensi produksi, kualitas dan kontinuitas produk-produk hortikuktura," ujar Prihasto, Kamis (29/4) seperti dilansir situs resmi Kementerian Pertanian.

Serenity Farm

Salah satu kelompok tani petani milenial yang patut dilongok adalah Kelompok Tani Macakal yang ada di Desa Cibodas, Lembang, Jawa Barat. Dimotori mantan pecandu narkoba, Ade Rukmana (34), kelompok tani ini berhasil menghimpun kemitraan dengan sekitar 170 petani.

Salah satu divisi usaha mereka, namanya Serenity Farm, memfokuskan diri pada pengelolaan hasil-hasil pertanian berkualitas untuk diekspor ke pasar luar negeri.

Menurut ketuanya Ade Rukmana, serenity diambil dari serenity prayer, sebuah kegiatan doa kedamaian buat para pencandu narkoba di komunitas rehabilitasi Rumah Cemara yang ada di Kota Bandung, Jawa Barat.

Sosok Ade Rukmana, mantan pecandu narkoba yang sukses jadi petani (foto: kaskus)

“Sejak Oktober 2017, Serenity Farm mulai memasok buncis kenya ke perusahaan eksportir sayuran, untuk diekspor ke Singapura. Dalam seminggu, kami sudah kirimkan 500 kilogram buncis kenya ke luar negeri," tuturnya dalam sebuah wawancara dengan Pikiran Rakyat pada 29 November 2017.

Dilansir dari situs Kementerian Pertanian, Serenity Farm yang ada di Desa Cibodas, Lembang itu terbilang sukses melakukan budidaya baby buncis Kenya yang diekspor ke Singapura.

Selain baby buncis, mereka juga berhasil menanami komoditi unggulan lain seperti Horenzo, Beetroot, dan Tomat Beef yang telah dipasarkan di kota Bandung dan Jakarta.

Ketua kelompok tani Ade Rukmana mengatakan usaha sayuran yang dipasarkan ke luar negeri itu telah benar-bener meningkatkan animo anak-anak muda untuk bergabung di sektor pertanian. Pada akhirnya ini akan mendorong terjadinya regenerasi anak muda untuk bertani dan mengurangi jumlah petani perambah hutan.

Dia juga menambahkan usaha yang diakukannya mampu membangun desa. "Serenity Farm bukan hanya ingin menghasilkan komoditas pertanian yang bersih dan sehat tapi juga menumbuhkan SDM petani-petani milenial sehingga mengurangi aktivitas yang kurang bermanfaat seperti nongkrong," ujar Ade.

Kerjasama dengan Dompet Dhuafa

Untuk memenuhi permintaan pasar, Serenity Farm bekerja sama dengan Dompet Dhuafa. Mereka berperan sebagai mitra petani yang diberi dukungan berupa pembibitan dan pemupukan.

Bertani dengan cara modern (foto: Kementan)

Bukan hanya itu, kerjasama Serenity Farm dan Dompet Dhuafa juga dilakukan untuk memberdayakan petani yang tidak memiliki lahan lewat program yang mereka namai Desa Tani. Dimana petani perambah hutan dan  buruh tani bisa bertani sendiri dengan bantuan modal pembiayaan untuk kebun dan disewakan lahan.

“Saat ini sudah terdapat tiga Desa Tani dengan luas kurang lebih 3 hektare per desa. Dari tiap luasan per desa dibagi menjadi 20 blok dan digarap per minggu oleh dua orang," sambung Ade.

Tak berhenti di situ, Keberadaan Serenity Farm di Desa Cibodas ternyata membantu memberikan kepastian harga.  Sebab Serenity Farm sudah memiliki pasar tetap. Mereka juga menjaga kualitas, kuantitas, dan kontinuitas sehingga menjamin mitra petani.

Tantangan

Cerita sukses ini bukan tanda masalah. Ade yang berkeinginan mewujudkan sistem pertanian modern di desanya masih menghadapi masalah kesulitan air.

 Jarak sumber air ke lahan petani cukup jauh yaitu 2,8 km sehingga diperlukan bantuan pipanisasi.

Gayung pun bersambut, Diskominfo Jabar menggandeng start up Habibi Garden untuk menawarkan solusi bagi Serenity Farm. Bahkan mereka menjadikan Serenity Farm sebagi lahan percontohan desa digital dengan menerapkan smart farming berbasis teknologi IoT (Internet of Things) yang dihadirkan oleh Habibi Garden.

Teknologi tersebut  memberi kemudahan bertani dengan aplikasi di smartphone.

Lewat aplikasi yang diciptakan Habibi Garden, usaha tani yang dijalankan di serenity farm menjadi lebih efektif dan efisien. 

Kegiatan penyiraman, pemupukan, dan monitoring lahan dapat di akses dari jarak jauh melalui smartphone.  Selain itu,  teknologi ini juga dapat menghemat pemakaian air dan nutrisi karena penyiraman dan pemupukan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman yang terinfo dalam aplikasi tersebut. 

Hasilnya, tidak ada air dan pupuk yang terbuang. Bahkan pemakaian air pun bisa hemat hingga 60%.

Yang bangga menjadi petani (foto: Beritagar)

Teknologi tersebut juga mampu memberikan informasi mengenai kondisi lahan optimal untuk setiap komoditas, informasi terkait kondisi riil lahan sejak kegiatan penanaman hingga panen, serta dapat memprediksi waktu dan kuantitas panen.

Sistem atau instrumen yang dibangun dalam Teknologi Habibi Garden adalah sistem rekayasa lingkungan seperti monitoring kondisi suhu, pH tanah dan masih banyak lainnya.

Rangkain instrumen tersebut dapat dipilih sesuai dengan jenis tanaman hortikultura yang ingin dibudidayakan. Terdapat 20 jenis tanaman hortikultura pada menu aplikasinya terdiri dari cabai, buncis, tomat, paprika dan lainnya.

Sistem smart farming ini dapat berjalan dengan baik asalkan terpenuhi empat syarat, yakni tersedianya air,  listrik, internet, dan sosial. Yang tak kalah pentingnya adalah  kemiringan lahan maksimal 11 derajat.

“Saya optimis anak-anak muda semakin tertarik bertani dengan adanya teknologi ini. Memang biaya teknologi ini biayanya cukup mahal sehingga perlu integrasi program dan kegiatan lintas kementerian dan lembaga untuk mereplikasi smart farming ini,” ujar Ade.