Pertemuan dengan Bupati, Warga Beri Tenggat Waktu Hingga 25 Mei

Aksi demo tolak tambang PT DPM (foto: Rindu Hartoni Capah/Kalderakita.com)

DAIRI, Kalderakita.com: Rainim Br. Purba (60) berbicara di hadapan Bupati Dairi Edy Kelleng Ate Berutu. Wajahnya terpaut sedih. Saat berbicara, nada-nada keresahan mendominasi. Dia prihatin atas kedatangan tambang PT Dairi Prima Mineral (DPM) yang masuk ke desanya dan desa-desa lainnya.

Tercatat ada lahan seluas 24.636 hektar yang dimasukkan dalam konsesi perusahan tambang yang beroperasi dengan sistem underground mining. Rainim tegas menolak keberadaan tambang.

“Kami adalah warga yang paling terkena dampak apabila tambang ini beroperasi. Padahal tanah kami itu kami gunakan untuk bertani. Tolong lah Pak Bupati, kami tidak ingin tambang masuk ke desa kami,” ucapnya lirih sambil meneteskan air mata.

Rainim merupakan perwakilan warga dari Desa Pandiangan yang menolak keberadaan tambang karena dinilainya itu akan merusak mata pencahariannya sebagai petani.

Menghadap Bupati

Hari itu, Kamis (6/5) perwakilan masyarakat petani dari Kecamatan Silimapungga-pungga dan Lae Parira beserta Aliansi NGO Dairi menyampaikan tuntutan langsung kepada Bupati Dairi.

Di ruang rapat Bupati, masyarakat menyerahkan dokumen penolakan terhadap hadirnya PT Dairi Prima Mineral (DPM) yang diduga melakukan kejahatan lingkungan. 

Penyerahan dokumen tersebut didampingi Pengacara Roy Marsen Simarmata dari Lembaga Bantuan Hukum BAKUMSU. Sedangkan lembaga yang tergabung dalam Aliansi NGO terdiri dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih dan Yayasan Petrasa.

Rainim memberi keterangan (foto: Rindu Hartoni Capah/Kalderakita.com)

Selain Rainim, ada Gersom Tampubolon (35) yang memberikan keterangan keberadaan tambang dan penolakan warga terhadap keberadan tambang.

“Pada tahun 2018 telah terjadi banjir bandang di desa kami sampai ada korban Pak Bupati. Ada tujuh orang, hingga ada yang hanyut sampai ke Aceh. Kami tidak mengatakan banjir bandang itu karena PT DPM, tapi yang pasti bagaimana mungkin perusahaan tambang beroperasi di daerah yang rawan bencana,” katanya.

Perwakilan warga dari desa Bongkaras tersebut menjelaskan penolakan tambang dengan wajah sedih.

“Bahkan Pak Bupati, mereka yang hanyut itu ada yang suami istri. Anaknya menjadi yatim-piatu,” tambah Gersom.

Tuntutan yang disampaikan perwakilan masyarakat tersebut adalah sebagai bagian dari rangkaian aksi unjuk rasa yang dilakukan masyarakat di Kantor DPRD dan Kantor Bupati pada hari Senin (3/5) lalu.

Namun, kala itu massa aksi hanya diterima oleh Sekda Kabupaten Dairi Leonardus Sihotang.

Padahal massa mendesak supaya pemerintah kabupaten Dairi atas nama Bupati bisa mengambil sikap atas hadirnya PT DPM.

Massa aksi menuntut agar Bupati Dairi bersedia mencabut Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SK KLH) No. 731 Tahun 2005 yang terbit pada masa bupati periode sebelumnya.

Tuntutan kedua adalah meminta Bupati mengeluarkan surat rekomendasi agar pembahasan Addendum Andal di KLHK ditunda. Rencananya, itu akan dibahas pada 27 Mei mendatang.

Selain off line, pertemuan ini juga dapat diikuti lewat zoom meeting. Masyarakat yang lebih luas dapat menyaksikan langsung dinamika yang terjadi di ruang rapat Bupati. Mereka yang mengikuti zoom meeting termasuk nara sumber dari  Pusat Penelitian Penanggulangan Bencana Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta Eko Teguh Paripurno, Jamil dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), dan Dinas Lingkungan Hidup.

Saat rapat berlangsung, masyarakat juga meminta agar diputar video rekaman dari Ricard Meehan, ahli keselamatan bendungan limbah Internasional, dan Steve Emerman ahli  Hidrologi  Internasional. Keduanya menyampaikan penilaian terkait bahaya ekologis jika TSF (Tailing Storage facility) tetap dibangun di Dusun Sopokomil, Desa Longkotan.

Rapat berlangsung alot. Masyarakat terus mendesak agar bupati memenuhi tuntutan mereka. Akhirnya bupati meminta masyarakat untuk memberinya waktu paling lama hingga tanggal 25 Mei 2021.

Aksi massa menolak tambang (foto: Rindu Hartoni Capah/Kalderakita.com)

“Saya sudah lihat dan dengar secara cermat pandangan para ahli dan dokumen ini nanti saya bawa untuk dialog seterusnya,” ucap bupati.

Bupati berencana akan membentuk komite yang mengkaji tentang dampak keberadaan tambang. Bupati juga mengatakan dirinya perlu berkonsultasi dengan tim hukum agar bisa memberikan keputusan.

Sebab itu, masyarakat meminta supaya pernyataan Bupati dituangkan dalam bentuk Berita Acara. Berikut ini sejumlah poin hasil pertemuan Bupati dengan warga:

Pertama, Pemerintah Kabupaten Dairi akan melakukan permohonan pengkajian hukum kepada Kejaksaan Negeri Sidikalang. Hasil kajian ini akan dijadikan sebagai panduan hukum sekaligus legal opinion terkait desakan pencabutan SK KLH No. 731 tahun 2005; ia juga akan menjadi dasar bagi rekomendasi Bupati Dairi terhadap penolakan pembahasan addendum ANDAL/RKL-RPL PT. DPM.

Kedua, Pemerintah Kabupaten Dairi akan mengajukan permohonan pertimbangan teknis kepada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta terkait potensi dampak atau risiko keberadaan PT. DPM yang telah dibuat oleh Sekretariat Bersama Tolak Tambang dan masyarakat.

Ketiga, hasil kajian atau pertimbangan teknis dari instansi terkait diharapkan dapat diperoleh sebelum pelaksanaan rapat penilaian/sidang komisi ANDAL terhadap dokumen ANDAL/RKL-RPL yang akan digelar pada 27 Mei 2021.

Diterima Bupati (foto: Rindu Hartoni Capah/Kalderakita.com)

Keempat, Pemerintah Kabupaten Dairi diharapkan dapat memberikan jawaban atas desakan pencabutan SK KLH No. 731 tahun 2005, sebelum 25 Mei 2021; batas waktu yang sama juga berlaku bagi rekomendasi Bupati Dairi terhadap tuntutan penolakan pembahasan Addendum ANDAL/RKL-RPL PT. DPM sebagaimana diajukan Sekretariat Bersama Tolak Tambang dan masyarakat.

Kelima, Pemerintah Kabupaten Dairi sebagaimana usul Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara supaya membentuk Tim Terpadu Penanganan Masalah Lingkungan yang timbul di areal PT. DPM; untuk itu perlu perlu melibatkan Pihak NGO dan Perwakilan masyarakat.

Berita Acara ini telah ditanda tangani bersama antara Bupati  Dairi Eddy Keleng Ate Berutu, Gersom Tampubolon sebagai perwakilan masyarakat, dan Diakones Sarah Naibaho dari Aliansi NGO.

Editor: Dedi Gumelar