Masyarakat Adat Natumingka Melapor ke Komnas HAM

Warga laporkan TPL ke Komnas HAM (foto: wahana news)

JAKARTA, Kalderakita.com: Masyarakat adat Desa Natumingka Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatra Utara, melaporkan PT Toba Pulp Lestari (TPL) kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atas dugaan tindak kekerasan.

Koalisi Gerakan Tutup Toba Pulp Lestari (TPL) bersama perwakilan dari Masyarakat Adat Natumingka datang ke Komnas HAM, Kamis (27/5). Para pelapor diterima Komisioner Choirul Anam di Ruang Asmara Nababan.

Wakil Ketua Dewan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Nasional, Abdon Nababan memaparkan kronologi bentrok fisik antara warga dengan karyawan TPL yang terjadi di Kampung Natumingka pada 18 Mei lalu.

“Sebagai pemegang hak ulayat, mereka (Masyarakat Adat Natumingka) menghambat agar daerahnya tidak ditanami eucalyptus. Karyawan TPL berjumlah sekitar 400 orang. Terjadilah bentrokan, kemudian masyarakat yang berada di tengah dorong-dorongan dan dilempari kayu serta batu. Sampai ada korban terluka sebanyak 12 orang,” tutur Abdon.

Dirinya mengaku sangat menyayangkan bentrokan ini terjadi. Apalagi aparat terlihat diam saja dan terkesan membiarkan.

“Buat saya, pembiaran ini adalah pelanggaran karena ini adalah tanah adat mereka. PT TPL kan baru datang kemarin, darimana PT TPL punya tanah,” tegas dia.

Usai pertemuan Abdon menjelaskan ada sejumlah poin penting yang dilaporkan kepada Komnas HAM. Pertama, para pelapor meminta agar kasus Natumingka jangan dipisahkan dari kasus serpa yang terjadi di seluruh Tano Batak.

“Kita minta agar dibuat penyelidikan menyeluruh untuk semua kejadian yang ada di dalam konsesi PT TPL,” kata dia.

Kedua, Koalisi juga meminta agar Komnas HAM berkomunikasi dengan pihak Kapolres disana.

“Sebelum kejadian ini, masyarakat di sana sudah dikriminalisasi. Ada tiga orang yang tidak mau atau melawan tanahnya ditanami itu, justru ditersangkakan. Jadi, kita minta Komnas HAM untuk menghubungi Kapolres,” ujar dia.

Abdon Nababan (Foto: Istimewa)

Permintaan ketiga, lanjut Abdon, supaya Komnas HAM berkomunikasi juga dengan Pemerintah Kabupaten Toba.

“Kabupaten Toba itu kan sudah punya Perda Hak Ulayat, perda masyarakat adat. Mestinya diimplementasikan bupati. Persoalannya, bupati yang lalu dan baru, ini belum juga urus soal ini. Karena itu, kita minta agar perda itu segera dijalankan untuk melindungi masyarakat adat ini,” tuturnya.

Yang keempat, kata Abdon, agar Komnas HAM berkomunikasi dan mendesak KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) memperjelas kepastian lahan disana.

“Karena selama ini masyarakat tidak tahu apa status lahan konsesi PT TPL di tanah mereka. Juga, mereka tidak pernah lihat peta, baik peta kawasan hutan maupun peta konsesi. Mereka hanya membawa selembar kertas bahwa itu adalah lahan konsesi mereka,” ungkapnya.

Pemerintah, menurut Abdon musti membuktikan bahwa ada proses mulai dari penunjukan, penataan batas, hingga pengukuhan.

“Harusnya pun pemerintah bisa menunjukkan, misalnya, berita acara tata batas sebagai syarat untuk pengukuhan. Masyarakat adat harus dapat berita acara tata batas itu dan ikut tanda tangan. Tapi sampai hari ini sepertinya disembunyikan oleh KLHK,” kata Abdon.

Sementara itu Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan akan menanggapi laporan tersebut. Khususnya laporan terkait kriminalisasi supaya tidak ada penyebaran kekerasan.

Komnas HAM juga berencana mendengarkan langsung testimoni para korban di tujuh kabupaten, sekitar Danau Toba, melalui fasilitas Zoom.