Surat Terbuka Gerakan Tuntut Akta 54 untuk Presiden Jokowi: PT Toba Pulp Lestari Harus Tutup

Aksi GTA54 di depan kantor Bupati Toba

JAKARTA, Kalderakita.com: Gerakan Tuntut Akta 54 (GTA54) yang dimotori Firman Sinaga mengunggah surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis (1/7).

GTA54 adalah sebuah aksi menagih komitmen PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan paradigma baru, termasuk alokasi dana 1 persen dari penjualan untuk masyarakat sekitar.

Pada 16 Oktober 2002, PT. TPL mengeluarkan surat pernyataan sebagai syarat dimungkinkannya perusahaan bubur kertas milik pengusaha asal Medan Sukanto Tanoto ini dapat beroperasi kembali.

Ada paradigma baru dalam pernyataan tersebut karena hak masyarakat atas perusahaan diakui.

Disebutkan pula, pemerintah akan mengevaluasi PT. TPL setahun setelah Surat Pernyataan 16 Oktober 2002 keluar.

Dalam surat tersebut PT. TPL juga menyatakan bersedia meminta maaf kepada masyarakat berdasarkan kelaziman adat Batak: Dalihan Natolu, Paopat Sihal Sihal.

Namun seperti disebutkan dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Jokowi yang diterima Kalderakita.com, GTA54 menyebut hingga saat ini tak pernah ada permintaan maaf dari perusahaan.

Lalu, mengapa PT. TPL harus meminta maaf kepada masyarakat? Karena telah terjadi sejumlah pelanggaran HAM dan lingkungan terjadi secara luar biasa.

“Terhadap apa yang menjadi daftar panjang kajahatan PT. TPL, taklah perlu kami uraikan dalam surat terbuka ini.”

Dalam surat terbuka GTA54 ini juga termaktub penjelasan historis mengapa PT.TPL membuat pernyataan tertanggal 16 Oktober 2002. Berikut ini uraian lengkapnya:

1. Periode tahun 1997-2002, Kegiatan Operasional PT. TPL tutup akibat aksi massa masyarakat Toba atas kasus-kasus 1987-1997.

2. Pada tanggal 9 Juni 1998, Gubernur SUMUT hentikan Operasi PT. IIU.

3. Lalu, 19 Maret 1999, PT. Inti Indorayon Utama (selanjutnya disebut IIU atau Indorayon saja) dihentikan kegiatannya oleh Presiden B.J. Habibie. Presiden bersemangat memutuskan: (1) Danau Toba segera akan ditetapkan sebagai “cagar alam, seni, dan budaya yang harus dijaga kelestariannya” yang makin berpotensi sebagai daerah wisata; (2) Wilayah itu hendaknya ditangani oleh suatu Badan Pengelola yang akan mengusulkan kepada UNESCO agar dijadikan “world heritage”; (3) Menghentikan operasi Indorayon untuk sementara dan meminta YPPDT menyusun TOR audit total dampak lingkungan perusahaan itu; (4) Hasil audit akan dipakai untuk memutuskan status Indorayon selanjutnya.

Pembahasan paradigma baru (foto: Istimewa)

4. Selanjutnya 10 Mei 2000: Rapat Kabinet memilih alternatif win-win (6) dengan tiga syarat: (1) Dikenakan persyaratan khusus yang ketat menggantikan SKB 1986; (2) PT IIU boleh beroperasi, tetapi hanya pulp tanpa rayon, setelah mematuhi syarat-syarat baru itu, setahun kemudian diaudit untuk menentukan apakah boleh terus atau tidak; (3) Harus melakukan sosialisasi terlebih dulu bahwa beroperasinya pabrik “akan menyebabkan turunnya kualitas lingkungan yang akan mempengaruhi kenyamanan” masyarakat.

5. Pada 28 Agustus 2000: Investor asing akui kesalahan PT IIU.

6. Kemudian, 15 November 2000: RUPSLB IIU, “Paradigma Baru”. (1) Kerja sama bisnis dengan masyarakat; (2) Dana satu persen dari nilai penjualan setiap tahun untuk masyarakat disalurkan lewat yayasan; (3) mengutamakan putra daerah setempat dalam pengangkatan karyawan; (4) teknologi pabrik yang ramah lingkungan; (5) pengelolaan sumber daya alam berkesinambungan dan berwawasan lingkungan, seperti menebang pohon yang ditanam saja dan menyediakan sebagian HTI (90.576 ha atau 32 persen) untuk konservasi.

7. 26 Juni 2001: Menneg LH bilang PT IIU boleh buka setahun

8. Surat Pernyataan PT. TPL 16 Oktober 2002: Para pihak Investor, Pemerintah dan Tokoh masyarakat meminta PT. TPL menghentikan pendekatan kekerasan dan meminta PT. TPL bersepakat dengan Masyarakat, Menentukan nasib PT. TPL buka atau Tutup. keluarlah Surat Pernyataan PT. TPL 16 Oktober 2002, dan PT. TPL menyatakan bersedia meminta maaf kepada Masyarakat berdasarkan Dalihan Natolu Paopat Sihal-sihal

9. 29 Januari 2003: AKTA54 keluar, Bukti PT. TPL tidak bersepakat dengan Masyarakat.

10. 1 Maret 2003: PT TPL diam-diam beroperasi kembali

11. 24 Maret 2003: Surat terbuka Pimpinan Gereja-Geraja kepada Pemerintah. Sebanyak 13 pemimpin gereja di Sumatera Utara “men- desak pemerintah agar menutup PT TPL di Sosor Ladang Porsea”.

“Terhadap apa yang kami sampaikan diatas, kami masyarakat telah berhak Menyatakan TUTUP. PT. TOBA PULP LESTARI, demikian juga Pemerintah telah berhak mencabut Ijin PT. TPL tanpa proses Peradilan. Demikianlah kami sampaikan Surat Terbuka Ini. “