Musikalitas Orang Parapat

Banyak musisi lahir dari kota Parapat (foto: P Hasudungan Sirait/Kalderakita.com)
Banyak musisi lahir dari kota Parapat (foto: P Hasudungan Sirait/Kalderakita.com)

JAKARTA, Kalderakita.com: Aku lahir di rumah yang berplang Dormauli, Fuji Film, di foto ini [sekarang penghuninya fotografer Lae Salmoliner Rencong Sidabutar sekeluarga). Letaknya persis di depan Rumah Tua [sudah berubah nama jadi Trogadero] yang bersebelahan dengan Rasmin-BKaro. Dari sana kami kemudian pindah ke rumah yang di depannya kini ada pohon mangga. Masa kecil dan remaja kuhabiskan di sana.

Di Siburak-burak—begitu namanya—kami bertetangga dengan sekeluarga seniman tulen. Kedua orang tua serta semua anaknya, baik yang laki maupun yang perempuan, piawai bernyanyi dan sebagian jago bermusik juga. Dulu, sampai aku remaja pun, masih kuingat betul bahwa dari rumah keluarga berbakat alam ini acap terdengar suara rampak berpadu.

Lae Iran Hasoloan Ambarita, pentolan Trio Amsisi dan Trio Amsisi 2000, salah satu anggota keluarga itu. Kendati diperantarai 2 rumah saja, talenta musik keluarga pasangan Ambarita-Siadari ternyata tak merambat ke tempat tinggal kami. Rupanya jarak yang dekat sekali pun tak niscaya akan menimbulkan resonansi.

Seorang penyanyi Batak terkenal juga berumah di kiri depan kediaman kami. Ia Bang Joe Harlen Simanjuntak, awak Trio Ambisi.

Lantas, sekitar 250 meter dari sana, di Toruan [toru artinya bawah; jadi toruan berarti tempat yang letaknya di bawah] terdapat tempat tinggal keluarga Lae Ranav Samosir. Pria tinggi-besar bergaya rocker ini termasuk musisi-penyanyi Parapat pertama yang berpanggung di Bali. Setelah rintisan angkatannya, sampai sekarang Bali-Lombok menjadi ranah migrasi anak muda Parapat yang mengantungkan hidup pada musik.

Kota Wisata Parapat (foto: P Hasudungan Sirait/Kalderakita.com)

Ayah Lae Ranav, Pak Jhon Liat Samosir penyanyi juga. Bersama Lae Charles Simbolon dan yang lain, lelaki bersuara tinggi mengglegar yang suka membawakan lagu Bunga Na Bontar—karya sahabatnya, Lae Godman Ambarita; abang kandung Lae Iran ini pernah menjadi petinggi Perusahaan Air Minum DKI—penampil tetap di Hotel Danau Toba, Parapat.

Seperti halnya Hotel Danau Toba Parapat, di masa mereka, paruh kedua 1970-an terutama, Hotel Parapat, Hotel Atsari, dan Hotel Pertamina, Siuhan, juga rutin menampilkan vocal group sendiri untuk menghibur tetamu. Sebuah tradisi yang telah memunculkan banyak penyanyi-musisi setempat. Sayang ajang keren ini sudah lama tak berlanjut.

Seorang cucu orang Siburak-burak (Ompung Amani Binsar Gurning, almarhum) kini menjadi pianis klasik kelas dunia. Alexander Gurning, namanya, ia lahir di Belgia tahun 1973. Lulusan Royal Concervatoire, Brussel, beribukan seorang Polandia, dia. Keluarga ayahnya berumah persis di depan tempat tinggal Lae Iran.

Lantas, hanya Siburak-burak-kah pencetak penyanyi di kawasan kota turis Parapat? Tentu saja tidak. Hampir semua penjuru sama.

Tigaraja yang paling 400 meter dari Siburak-burak menelorkan musisi sejak lama. Dari sanalah Lae Charles Simbolon, Tongam Sirait [ia maramanguda—berpaman—ke aku], dan gitaris berbakat Lae Open Gurning.

Sebelum mereka eksis sudah berkibar Bang Alim Sirait dan Pak Walter Sirait. Bang Alim penyanyi kocak yang menjadi pentolan vocal group Hotel Parapat—tempat Lae Iran dan abang kandungnya, Lae Jules Ambarita, pernah bergabung. Tak panjang usianya, amanguda (paman) kandung Tongam Sirait ini sesungguhnya adalah entertainer sejati.

Jantung kota yang kini tengah berbenah (foto: P Hasudungan Sirait/Kalderakita.com)

Adapun Pak Walter Sirait, dia anggota Corps Polisi Militer di Medan yang menjadi pimpinan Solu Bolon, vocal group yang berjaya di Sumatra Utara, di tahun 1970-an bersama Parisma ’71—nya Pak James Hutagalung. Pak Siadari (orang Parapat yang merupakan tulang kandung Lae Iran) awak Solu Bolon juga. Untuk mengapresiasi Pak Walter-lah sang maestro Guru Nahum Situmorang mencipta lagu Sirait Nabolon.

Parapat Kota yang merupakan ibukota Kecamatan Girsang Sipanganbolon, lebih banyak lagi mencetak penyanyi-musisi. Amangboru (paman) Overste (pangkat terakhirnya Brigjen) Justin Sinaga, mantan Sekwilda Timor-Timur yang suka bersenandung di kedai tuak itu dari sana.

Tapi yang paling tersohor dari semuanya sebagai penyanyi profesional sejauh ini tentu adalah Alex Rudiart Hutajulu. Menikah dengan Novita Dewi Marpaung yang sesama jebolan ajang lomba X Factor Indonesia, ia penyanyi pop Indonesia yang sedang naik daun.

Dewi yang bersuara indah adalah putri super star musik pop Batak yang sangat kusukai dan kuhormati, Jack Marpaung; ingin aku membuat tulisan khusus ihwal sang ayah dan grupnya yang termashyur: Trio Lasidos [anggota lainnya: Buntora Situmorang dan Hilman Padang].

Dari kawasan ini pula asal orang tua kakak-adik Lae Tua Doren Situmorang (Trio Amsisi, seperti halnya Lae Charles Simbolon ia sudah almarhum) dan Lae Andi Situmorang. Ompung (kakek-nenek) Parlin Burman Siburian (Pay, gitaris pentolan Slank/BIP) dari pihak ibunya kalau tak salah dari kitaran ini juga.

Kota Parapat (Foto: P Hasudungan Sirait/Kalderakita.com)

Ajibata, daerah asal ayahku, juga menghasilkan sejumlah penyanyi. Sepupuku Royen Sirait dan Lae Anggiat Napitu, di antaranya. Yang terakhir ini, mantan personil Sibigo, lama sudah bermukim di Jerman. Adapun Lae Sastro Marbun (vokalis Trio Amsisi 2000 yang berpulang 3 bulan lalu), ia menantu kami, Sirait Pagarbatu, Ajibata.

Jelaslah bahwa kota kecil kami yang di bibir Danau Toba, Parapat, merupakan gudang musisi sejak lama. Aku sendiri penikmat musik saja. Di ranah musik Batak, sejak lama aku akrab dengan karya komponis utama: Tilhang Gultom, Nahum Situmorang, Ismail Hutajulu, Siddik Sitompul (SDis), dan Dakka Hutagalung.

Sembari bergitar aku kerap melantunkan ciptaan mereka dengan suaraku yang pas-pasan. Keakraban itu merupakan produk musikalitas Parapat juga, kukira. Dalam hal ini aku berutang budi ke ayahku, Maruhum Sirait, yang dulu acap memutar kaset Batak produk Mini dan Hero, lewat tape recorder Siera-nya. I do love you, Dad!